Ilmu
pengetahuan pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma tertentu yang
membimbing sang ilmuwan untuk melakukan kegiatan ilmiahnya sehingga terbangun
suatu ilmu pengetahuan (normal science). Pada saat tertentu akan terjadi
krisis di mana teori-teori yang dibangun tidak dapat lagi menjelaskan fakta-fakta
yang ada. Dalam situasi krisis inilah ilmuwan akan melakukan revolusi sehingga
melahirkan paradigma baru.
Melakukan
revolusi sains diperlukan kehati-hatian dengan tidak bersikap emosional
sehingga seolah apa yang dihasilkan pada masa lalu adalah gagal total. Umat
Islam sering terjebak pada apologi khususnya para ilmuwan di lingkungan religious
studies. Mereka berangkat dari wilayah normative sehingga memiliki asumsi
bahwa hanya wahyu yang mutlak benar, dan sains modern bersifat nisbi
(hanya terukur).Agama menyediakan tolak ukur kebenaran ilmu (benar, salah),
bagaimana ilmu diproduksi (baik, buruk), dan tujuan-tujuan ilmu (manfaat,
merugikan).
Dalam
lingkungan studi Islam, istilah epistemologi sering dipertukarkan dengan
istilah pemikiran. Epistemologi adalah salah satu cabang filsafat yang membahas
tentang hakikat pengetahuan manusia. Persoalan pokok yang berkembang dalam
epistemologi adalah meliputi sumber-sumber pengetahuan, watak dari pengetahuan
manusia, apakah pengetahuan itu benar (valid) ataukah tidak. Bagaimana pengetahuan
manusia itu didapat, dengan cara apa dan apa saja syarat-syarat yang harus
dipenuhi. Sehingga epistemologi sampai pada problem hubungan metodologi dengan
obyek dari ilmu pengetahuan. Sedangkan pemikiran berasal dari kata pikir yang
berarti akal budi, ingatan, angan-angan, sehingga pemikiran berarti proses,
cara, perbuatan memikir.
Umat
Islam mengakui bahwa hadits Nabi SAW dipakai sebagai pedoman hidup yang utama
setelah al-Qur’an. Ajaran-ajaran Islam yang tidak ditegaskan ketentuan
hukumnya, tidak dirinci menurut petunjuk dalil yang masih utuh, tidak
diterangkan cara pengamalannya dan atau tidak dikhususkan menurut petunjuk ayat
yang masih mutlak dalam al-Qur’an, maka hendaknya dicarikan penyelesaiannya
dalam hadits. Meski demikian, tetap saja ada yang orang yang menolak hadits
sebagai sumber ajaran Islam di kalangan orang Islam. Mereka umumnya memahami
bahwa adanya otoritas Nabi sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Qur’an tersebut
menunjuk pada ucapan dan tindak tanduk Rasulullah di luar al-Qur’an. Terdapat
sejumlah ulama dan intelektual Islam yang hanya menerima otoritas al-Qur’an
seraya menolak otoritas hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam. Namun ada pula
yang membatasi penggunaan hadits sebagai sumber ajaran Islam yang kedua.
Sumber
hukum Islam adalah wahyu Allah SWT yang dituangkan di dalam Al-Qur'an dan
Sunnah Rasul. Jika kita telaah ayat-ayat Al-Qur'an yang berhubungan dengan
hukum, ternyata ayat-ayat yang menunjukkan hukum-hukum yang agak terperinci
hanyalah mengenai hukum ibadat dan hukum keluarga. Adapun hukum-hukum dalam
arti luas, seperti masalah kebendaan, ekonomi, perjanjian, kenegaraan, tata
negara dan hubungan internasional, pada umumnya hanya merupakan pedoman-pedoman
dan garis besar. Penegasan Al-Qur'an terhadap Sunnah Rasul dalam beberapa ayat,
ditujukan agar sunnah Rasul dapat menjadi perantara dan penjelas untuk dapat memahami
ayat-ayat yang global tersebut. Rasulullah telah menjadi uswatun hasanah
dalam melaksanakan ajaran Al-Qur'anulkarim.
Berikut
ini dikemukakan ciri-ciri syariah AI-Qur'an yang dikemukakan Taufiqullah (1991: 48) yaitu sebagai berikut:
1. Al-Qur'an
memberikan prinsip-prinsip umum tanpa mendetail dalam hal-hal yang mengatur
ketergantungan manusia sesamanya dan antar manusia dengan alam, sehingga menjadikan
fleksibelnya ajaran Islam untuk menuntun manusia yang hidup dalam berbagai ras
dan bangsa serta sepanjang masa. Prinsip yang merupakan keharusan bagi suatu
ajaran yang bersifat universal dan eternal (abadi).
2. Al-Qur'an
mengadakan peraturan-peraturan terperinci dalam hal-hal yang tidak terpengaruh
oleh perkembangan masyarakat manusia. Misalnya ayat-ayat yang berhubungan
dengan hukum waris, wudlu dan tayamum.
Selanjutnya,
mengenai prinsip syariah Al-Qur'an, Taufiqullah (1991: 49), mengemukakan
sebagai berikut:
1.
Tidak
memberatkan.
2.
Sangat
sedikit mengadakan kewajiban secara terperinci, yaitu memerintah dan melarang.
3.
Syariah
datang dengan prinsip graduasi (berangsur-angsur), bukan secara sekaligus.
Adapun
mengenai macam-macam hukum dalam Al-Qur'an, di sini dikemukakan bahwa
hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur'an itu ada 3 macam, yaitu:
1. Hukum-hukum
i'tiqodah. Yakni hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban para mukallaf
untuk mempercayai Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
akhir.
2. Hukum-hukum
akhlak. Yakni tingkah laku yang berhubungan dengan kewajiban orang mukallaf
untuk menghiasi dirinya dengan sifat-sifat keutamaan dan menjauhkan dirinya
dari sifat-sifat yang tercela.
3. Hukurn-hukurn
arnaliah. Yakni yang bersangkutan dengan perkataan-perkataan,
perbuatan-perbuatan, perjanjian-perjanjian dan muamalah (kerjasama) sesama
manusia.
Adapun
fungsi Al-Qur'an meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.
Petunjuk
untuk manusia
2.
Keterangan-Keterangan
3.
Rahmat
dan hidayah bagi alam semesta
4.
Mu'jizat
bagi Nabi Muhammad SAW
5.
Pengajaran
dari Allah SWT
6.
Obat
penyakit hati
7.
Penguat
dan penutup adanya kitab-kitab suci sebelumnya
Umat
Islam menyepakati bahwa hadits Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam
kedua setelah al-Qur’an bahkan hadits dapat berdiri sendiri sebagai sumber
ajaran. Kedudukan hadis sebagai sumber ajaran Islam didasarkan pada keterangan
ayat-ayat al-Qur’an dan hadits juga didasarkan kepada kesepakatan para sahabat.
Seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajibnya mengikuti hadis baik
pada Rasulullah masih hidup maupun setelah wafat. Keberadaan hadits sebagai
sumber hukum kedua setelah al-Qur’an, selain ketetapan Allah yang dipahami dari
ayatnya secara tersirat juga merupakan ijma’ (konsensus) seperti terlihat
dalam perilaku para sahabat. Ijma’ umat Islam untuk menerima dan
mengamalkan sunnah sudah ada sejak zaman Nabi, para Khulafa al-Rasyidin
dan para pengikut mereka. Hal ini terlihat misalnya, penjelasan Usman bin Affan
mengenai etika makan dan cara duduk dalam shalat, seperti yang dilakukan Nabi
Muhammad SAW. Begitu juga, Umar bin Khattab mencium Hajar Aswad karena
mengikuti jejak Rasul.
Ada
3 fungsi hadits terhadap al-Qur’an dalam pandangan Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib
sebagaimana dikutip oleh Syahrin Harahap, diantaranya:
1.
Hadits
berfungsi memperkuat apa yang dibawa al-Qur’an
2.
Hadits
berfungsi memperjelas atau memperinci apa yang telah digariskan dalam al-Qur’an